SEJARAH AGAMA BUDDHA DI KALIBATUR
• Bapak Karjono dipo
• (alm)Mbah sastro
• (Alm). Bapak nawir
• (alm). Cipto wardoyo
• Bapak Manreja
Mungkin temen-temen bingung dengan nama nama diatas, memang sengaja saya cantumkan diawal sebagai wujud terima kasih dan penghargaan kami kepada beliau-beliau karena tokoh-tokoh inilah yang berperan dan berjuang mengembangkan Buddha Dhamma di kalibatur. Sebenarnya masih banyak tokoh yang lain yang ikut berperan tapi tidak saya cantumkan tanpa bermaksud ingin melupakan atau mengurangi rasa terima kasih dan penghargaan kami. Apa yang saya ceritakan adalah hasil wawancara saya dengan salah satu tokoh diatas yaitu Bapak Manreja dan sekarang saya akan bagikan kepada rekan-rekan dan para pembaca semua, namun mungkin ini hanya cerita singkat, walaupun begitu mudah-mudahan cukup untuk memberikan gambaran kepada pembaca semua. Ok temen-temen langsung saja kita mula ya….!
1. tahun 1967 – 1980
Bapak Karjono dipo ( purwodadi ) dan (alm) mbah Sastro ( purwodadi ) mulai mengembangkan Agama Buddha di kalibatur sekitar pertengahan tahun 1967, mereka merupakan tokoh pemrakarsa, sebelum sampai ke kalibatur mereka lebih dulu mengenalkan agama Buddha ke masyarakat kedung gondang, mungkin temen –temen perlu ketahui kalau kedung gondang dan kalibatur merupakan nama dusun yang masih berada dalam satu wilayah desa yaitu desa giyanti. Kita lanjut ceritanya…, setelah rutin mengadakan kegiatan puja bhakti dan ceramah di kedung gondang kemudian mereka mulai mengenalkan agama Buddha di kalibatur, bersama bapak nawir ( kedung gondang ) . mereka awalnya mengadakan kegiatan di rumah bapak Manreja, bapak manreja ini merupakan tokoh yang pertama kali ikut berperan aktif dalam pengembangan Buddha dhamma di kalibatur, yang kemudian nantinya di ikuti yang lainnya diantaranya bpk Karyasentana, bpk Madaris Bpk Partareja dll. Selama hampir 12 tahun perkembangannya sejak tahun 1967 – 1980 kemajuannya boleh dibilang sangat pesat baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu dengan semakin banyaknya umat maka dirasa perlu untuk memiliki tempat ibadah yang lebih memadai, karena selama ini kegiatan puja bhakti dan ceramah di laksanakan di rumah bapak Manreja yang menghibahkan rumahnya untuk di jadikan tempat puja bhakti. Sehingga pada tahun 1980 di sepakati untuk membangun vihara secara gorong royong, vihara tersebut dibangun diatas sebidang tanah yang berukuran 6 x 8m yang dihibahkan oleh bapak Partareja, dengan penuh semangat umat bergotong royong membangun vihara sehingga pada tahun 1981 pembangunan vihara sudah bisa diselesaikan dan diberi nama Vihara Giri Pura , sejak saat itu umat Buddha kalibatur telah resmi memiliki vihara sendiri. Bersambung…….!!!
salut aja buat umat budha di kalibatur... Sedikit kritik, nggak tau skrg kondisinya gmana tpi, seingat ku dulu, muda mudi umat budha terkesan eksklusif dlm bergaul dan seperti membuat jarak antara "lebak dan gunung"... Knapa bisa begitu? Apakah karena ada semacam perasaan superior atas kondisi ekonomi golongan atau apa?
ReplyDeleteSaya ßølêh minta tolong sma mas edy buat jadi narasumber saya kah? Untuk buddha ini
ReplyDelete